Kenaikan SPP untuk mahasiswa tingkat satu dan kewajiban membayar SP (Semester Pendek) Rp.100.000 per SKS di Akademi Pimpinan Perusahaan mengusik rasa keadilan mahasiswa. Karena didalam proses penetapan kenaikan SPP dan kewajiban membayar SP mahasiswa tidak dilibatkan, padahal mahasiswa adalah objek dari itu semua.
Semua kebijakan yang dikeluarkan oleh akademik pasti mempunyai tujuan yang baik. namun yang dipertanyakan adalah apabila kebijakan tersebut diambil secara sepihak tanpa melibatkan mahasiswa. Alasan akademik menetapkan biaya untuk SP agar tidak ada mahasiswa yang mengharapkan SP. Alasan tersebut sangat tidak masuk akal. Bagaimana nasib mahasiswa APP yang merupakan masyarakat menengah kebawah. Untuk membayar SPP saja susah, apalagi dibebankan lagi dengan membayar SP Rp.100.000 per SKS!
Pada saat ada audiensi dengan akademik kemarin, mereka tidak bisa menjelaskan pengalokasian uang SP untuk apa saja, dan pada saat ditanya mengapa SP harus bayar Rp.100.000 per SKS mereka juga diam saja. Kalau seperti ini adanya mahasiswa hanya dijadikan “sapi Perah” oleh akademik. Dan prinsip kapitalisme yang selama ini di anut oleh APP pun terbukti, yaitu ‘memberikan fasilitas & pelayanan yang seminim-minimnya, dan mendapatkan uang mahasiswa yang sebanyak-banyaknya”.
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Awal keluarnya peraturan pemungutan uang SP tidak semena-mena muncul begitu saja, namun akademiklah yang mengajukan usulan kepada menteri keuangan. Hal ini menegaskan bagaimana bernafsunya pihak Akademik untuk menggoalkan tujuan mereka. Padahal usulan ini pernah ditolak beberapa kali oleh pihak kementerian, tetapi pihak akademik sepertinya tidak mau menyerah dan terus saja mengajukan usulan tersebut.
Penolakan atas usulan tersebut terus bermunculan di media-media sosial, terutama dari mahasiswa tingkat 1 yang merasa ‘’dibodohi’’ dengan mahalnya pembayaran tetapi masih kurangnya fasilitas. Ditambah lagi pemberitahuan kenaikan SPP dan adanya biaya SP dilakukan setelah UAS (Ujian Akhir Sekolah) selesai. Padahal setelah UAS, semua Mahasiswa sudah libur dan tentu saja tidak tahu kejadian yang terjadi di kampus. Hal ini tentu saja menimbulkan kecurigaan, bahwa pihak Akademik sengaja mengulur pemberitahuan kebijakan tersebut hingga akhir UAS, sehingga tidak menimbulkan sebuah aksi untuk menolak kebijakan tersebut.
Rencana hampir saja berhasil, tetapi sepertinya Tuhan berencana lain. Kebijakan itu bocor sebelum UAS berakhir, Mahasiswa yang merasa sudah dibodohi dan dijadiakan sapi perah oleh pihak akademik pun berang dan hasilnya mahasiswa pun bersatu untuk menolak kebijakan tersebut. Walaupun hanya tersisa sedikit mahasiswa yang ada di kampus, hal ini tidak menyurutkan semangat untuk menolak kebijakan tersebut. Para mahasiswa pun akan mendobrak kesewenang-wenangan pihak akademik, yang menjadikan para mahasiswanya seperti sapi perah.
(Aliansi Tolak kebijakan Kapitalisme Mahasiswa)
No comments:
Post a Comment