Hanya Untuk Mereka Yang Mau Merenungkanya? - Sang Pengejar Angin

Breaking

Wednesday, May 28, 2014

Hanya Untuk Mereka Yang Mau Merenungkanya?

             

               Apa yang bisa kita renungkan? Mungkin tidak ada.Entahlah dunia serasa begitu cepat, kita tidak boleh menaifikanya sebagai sebuah realita. Pak nelayan yang begitu sederhana pun berkata se-iya, se-kata dengan pendapat itu. Tinggal sekali tebar jaring, si nelayan tidak perlu lagi menunggu angin darat untuk berlayar, hingga tinggal di laut berminggu-minggu. Tapi begitulah sekarang, 24 Jam bagi kita serasa begitu cepat, begitu kurangnya untuk menikmatinya.
                Ya, Begitu mudahnya pak nelayan ini menjaring segala macam jenis Ikan, Jaring yang dahulunya hanya berukuran Meter terus bertambah menjadi Kilometer. Kebutuhan berubah menjadi keinginan tak disangka terjadi pula pada pak nelayan yang hidupnya begitu sederhana. Rasanya jadi teringat kisah yang pernah diceritakan oleh orang-orang dahulu.Kisahnya berjalan sederhana bagi kita yang mau meluangkan waktu beberapa menit saja untuk merenungkan?
                 "Pada suatu masa, tinggallah seorang petani yang hidup sederhana menjaga sebidang tanah milik majikanya. Pada suatu hari kakak dari Istrinya datang untuk berkunjung dan menceritakan kisah hidupnya saat tinggal di kota. Kisah kesenangan sang kakak ipar inilah yang membuatnya tersinggung, menikmati hidup bukan begitulah caranya menurutnya. Baginya sebagai seorang petani, saat memiliki tanah nanti akan membuat hidupnya tenang. Bagian inilah yang langsung mengubah pandangan hidup sang pak tani.
                  Kemudian dengan keuletanya, pak tani mulai memiliki sebidang demi sebidang tanah yang diinginkanya. Tanahnya subur berbeda dari tanah yang biasanya ditanam oleh para petani lainya di desa tersebut. Hidupnya begitu nikmat, tapi rasa gelisahnya jauh lebih besar memantau  tanamanya yang sering menjadi santapan binatang piaraan para tetangganya. Lama-kelamaan semakin kesallah dia, kemudian mengirim satu persatu tetangganya ke pengadilan. 
                 Kehidupan si petani ini pun mulai berubah tidak hanya terhadap sosialnya tapi pribadinya. Dia menjadi penyendiri dan selalu menaruh curiga terhadap sekelilingnya. Tapi rasa ingin menguasai seluruh tanah masih tertanam dalam dirinya. Kemudian pada suatu ketika datanglah saudagar dari kota yang asing bagi dirinya. Sudagar ini bercerita bahwa di desa nya terdapat tanah yang begitu luas dan para masyarakatnya rela menjualnya dengan harga murah. Hal ini menarik hati sang pak tani yang tanpa pikir panjang lalu datang ke desa tersebut.
                 Sesampai disana alangkah terkejutnya petani tersebut melihat bentangan tanah yang sangat subur seperti cerita sang saudagar. Tanpa pikir panjang dia pun langsung menghadap seorang yang dianggap kepala suku desa tersebut. Setelah mengutarakan niatnya, kepala suku tersebut tersenyum kemudian memberikan arahan kepada petani tersebut bahwa harga tanah kami hanya satu rubel sehari. Hal ini membuat petani tersebut terheran-heran.
                 Kemudian kepala suku itupun menjelaskan bahwa mereka hanya menjual tanah itu menurut harinya, artinya sebanyak tanah yang dapat kau peroleh dengan mengelilinginya berjalan kaki dalam sehari, seluas itu pulalah tanah milikmu. Tapi,"hanya ada syaratnya, yaitu jika kau pada hari yang sama tidak kembali di tempat dari mana kau memulai maka uangmu hangus."Hal ini membuat petani itu begitu bersemangat,"Ahh, seorang dapat mengelilingi bagian yang sangat luas dalam sehari," katanya dalam hati.
                 Esok paginya dia pun sudah siap dengan perbekalanya seperti roti dan air minum, memakai baju rompinya, mengikatkan tali pinggangnya, kemudian menarik sepatu botnya ke atas. Karena tanah yang dilihatnya semua bagus akhirnya dia memutuskan berangkat menuju ke matahari terbit. Selain itu kepala suku dan masyarakat desa tersebut menaiki bukit dan mengambil tempat di belakang petani tersebut.
                 Setelah berjalan beberapa meter, dia mulai kehilangan kekuatanya yang pertama dan mulai mengambil langkah-langkah panjang. Sekarang udara mulai terasa panas kemudian dia memutuskan melepas rompinya. "Satu tahap telah selesai,"begitu ungkapnya tapi ada empat tahap lagi dalam sehari dan masih pagi untuk mengubah jurusan. Kemudian dia melepas sepatunya dan berjalan lagi,"sekarang jalan lebih jauh pasti tanahnya akan semakin bagus ungkapnya.
                 Demikian dia terus berjalan, walau tanpa disadari bukit itu hampir sudah tak kelihatan dan orang-orang diatasnya kelihatan seperti semut hitam yang mungil. "Sekarang, aku akan mengambil langkah ke kiri," ujarnya setelah membuat lingkaran cukup besar. Setelah sarapan, dia lalu berjalan lagi setelah melihat sebidang tanah yang bagus di sekeliling sebuah jurang yang dalam. "Sayang sekali jika tidak memasukanya juga. Rami akan tumbuh bagus di sana!" pikirnya. Kemudian dia pun terus berputar mengelilingi tanah itu hingga bukit nya sudah tidak kelihatan. Sekali lagi dia melihat matahari dan sudah waktunya makan malam tetapi dia baru menempuh dua km dari jaraknya. Titik permulaanya masih tiga belas km jauhnya.
                  Ia berjalan terus menerus tapi kini terasa sangat susah untuk berjalan, ia ingin beristirahat sejenak. Tapi itu tidak mungkin kalau ia ingin mencapai bukit sebelum matahari terbenam. Matahari tentu tidak mau menunggu. Terkadang ia terhuyung-huyung sehingga hampir jatuh,"Apakah aku betul-betul tidak salah perhitungan?"pikirnya dalam hati. "Apakah aku tidak mengambil terlalu banyak tanah sehingga aku tak dapat kembali, bagaimanapun cepatnya aku berjalan?
                  Sang petani pun mengumpulkan seluruh tenaganya dan mulai berlari. Rompinya, sepatunya, botol, dan topinya semua dibuangnya. "Ah,"pikirnya, "aku tertarik pada apa yang kulihat. Sekarang semuanya hilang dan aku tak akan mencapai titik permulaan sebelum matahari terbenam. Pada waktu itu ia dapat mendengar orang-orang bersorak dan memberikan semangat kepadanya. Sekarang ia sudah begitu dekat pada titik terakhirnya! "Sekarang aku mempunyai banyak tanah,"batinya,"asalkan Tuhan mau mengantarku agar dapat hidup di atasnya dengan selamat. Tapi dalam hati aku mendapat firasat buruk bahwa aku telah membunuh diriku sendiri."
                    Namun, ia masih terus berlari. akhirnya ia tiba di bukit tepat ketika matahari terbenam. Ia berlari mendaki lereng itu dan dapat melihat kepala suku. Tapi ia tersandung dan jatuh, tapi sebelum terjatuh ia mengulurkan tangannya ke arah kepala suku itu dan menyentuhnya."Ah, anak muda,"kepala suku berseru,"kau dapat memenangkan banyak tanah!" Pelayan petani tersebut berlari ke arah tuanya lalu mencoba membangunkanya. Darah mengalir dari mulutnya. Petani tersebut terlentang di sana, tak bernyawa lagi.
                "Kuburkan dia," hanya itu yang dikatakannya. Kemudian masyarakat desa itu bangkit dan pergi. Hanya pelayan sang petani saja yang tetap tinggal disitu. Ia menggali sebuah kuburan dengan panjang yang sama dengan tubuh sang petani, dari ujung kepala sampai ujung kaki - tiga elo saja. Lalu ia menguburkan jasad majikanya."
                  
               Terkadang hidup sekarang lebih praktis, waktu 24 jam yang dahulunya seperti sudah cukup untuk menyelesaikan kebutuhan-kebutuhan. Sekarang terasa lebihnya untuk hanya sekedar menyelesaikan tanggung jawab fitrah kita, lalu hasrat keinginan pun bermunculan. Hasrat inilah yang membuat waktu 24 jam itu serasa begitu cepat, membuat kita kurang menikmatinya. Tapi akhir katanya toh kita akan kembali kepada fitrah kita, kebutuhan kita. Kalau kita mau merenungkanya?
                  
                 

No comments:

Post a Comment